Senin, 25 April 2016

:: Bawang Putih dan Bawang Merah ::


Salah satu dongeng paling populer, sehingga dulu waktu saya masih kecil, saya sangat membenci Bawang Merah karena perlakuan jahat nya kepada saudara tirinya si Bawang Putih. Dan tentu saja saya meng-idolakan si Bawang Putih yang lemah lugu itu. 




Sampai sekarang pun saya juga tidak tahu mengapa mereka ber-marga sama [Bawang] padahal mereka tidak ada hubungan darah dan mengapa dalam judul-judul selalu Bawang Merah yang di tempatkan di depan. Tentu saja sebelum imajinasi liar saya berputar-putar.

Garis besar dongeng ini adalah keluarga si Bawang Putih dan sang ayah, minus sang ibu. Karena sang ibu tidak pernah di ceritakan, ada 2 kemungkinan tentang si ibu Bawang Putih bahwa sang ibu dan ayah bercerai atau bisa juga sang ibu sudah meninggal saat Bawang Putih masih kecil.

Sepertinya yang terpopuler adalah sang ibu meninggal saat Bawang Putih masih kecil sehingga dia hanya di besarkan oleh ayahnya yang adalah seorang saudagar atau pedagang. Bawang Putih sejak kecil hidup berkecukupan karena ayahnya seorang saudagar yang berhasil.

Sebagai seorang gadis kecil dan selalu di tinggal di rumah oleh ayahnya saat berdagang, Bawang Putih tidak tahu bahwa ayahnya [mungkin] sudah jatuh cinta lagi dengan seorang wanita. Pasti wanita yang sering di temuinya dalam perjalanan dagangnya, mungkin penjual kain atau penjual minuman?

Setiap kali sang ayah pulang, pasti membawakan Bawang Putih beberapa buah tangan seperti kalung yang indah, selendang cantik, boneka-boneka lucu, sendal yang cantik dan banyak lagi.
Hingga suatu hari ayahnya mengajaknya membicarakan sesuatu yang penting. “Anakku, ayah lihat engkau sudah tumbuh semakin besar. Pasti engkau sangat merindukan ibumu.” Kata ayahnya.
“Tentu saja aku sangat merindukan ibu ayah, tapi tidak apa-apa karena aku masih memilik ayah yang sangat menyayangi aku.” Jawab Bawang Putih seraya menggenggam tangan ayahnya yang sudah mulai berkeriput di makan usia.

“Begini putriku, apakah engkau setuju bila ayahmu ini menikah lagi? Maksud ayah adalah agar ada yang menjagamu di rumah sementara ayah pergi berdagang dan ada yang mengajarimu tentang tata cara rumah tangga, tapi apabila engkau tidak berkenan tidak apa-apa. Ayah bisa mengerti” kata sang ayah.

Hati Bawang Putih pasti lah sangat tidak setuju akan rencana ayahnya tapi dia pun tahu, ayahnya butuh pendamping yang bisa di ajaknya berbagi suka duka. Bawang Putih merasa bahwa dirinya saja sebagai putri ayahnya tidaklah cukup membuat ayahnya bahagia. Dan ini membuatnya sedih, walaupun dengan senyuman yang terkembang dia berkata kepada ayahnya ,” Ayah, aku sangat senang dan setuju akan rencana ayah ini. Tentu saja aku setuju. Kapan ayah akan membawa ibu baru ke rumah kita?”
Anakku, bukan hanya ibu baru, tapi juga seorang saudari baru, karena ibu baru mu itu sudah mempunyai seorang putri. Dia seumuran dengan mu dan bernama Bawang Merah,” jelas ayahnya. 

  Begitukah ayah ? Ah akan sangat menyenangkan sekali mempunyai seorang ibu dan saudara, pasti nanti kami akan cepat akrab. Aku akan berbagi kamar tidur dengan nya. Kami akan bermain bersama, ke pasar bersama, mencuci baju di sungai bersama. Sepertinya akan menyenangkan ayah,” kata Bawang Putih sambil tersenyum.

Kopi di cangkir ayahnya sudah habis, demikian juga sebatang tembakau linting yang di isapnya. Kemudian ayahnya pun berpamit akan tidur.
Sementara itu, Bawang Putih belum sekalipun bisa terpejam. Pikiran dan imajinasinya berkejaran tentang apa yang akan terjadi setelah hari ini. Bahkan hingga ayam jago berkokok, dia belum sempat terpejam. Bawang Putih tidak bisa tidur malam itu.
Keesokan paginya, sang ayah berpamitan hendak berangkat berdagang sekalian mau menjemput ibu tiri dan saudara tirinya. Sang ayah berpesan agar Bawang Putih membersihkan rumah dan semua perlengkapan perabotan sebelum sang ayah pulang. Dan Bawang Puth meng-iyakan permintaan ayahnya dengan wajah ceria.


Seminggu berlalu setelah ayahnya pergi berdagang dan siang itu ayahnya pulang ke rumah bersama 2 orang asing dan beberapa barang bawaan mereka. Andong yang mereka tumpangi tampak sangat sesak.
Bawang Putih menyongsong kedatangan mereka di depan rumah. Setelah ayahnya turun, di lihatnya seorang wanita separuh baya, rambutnya di sanggul ke belakang, wajahnya tirus dengan alis melengkung dan mata yang tajam. Perhiasan emas menghiasi leher, tangan dan kakinya, sehingga tiap kali dia bergerak, terdengar bunyi kemerincing. Kuku jari tangannya di biarkan panjang dan di hias dengan semacam hena. Senyum nya mengembang dari bibir nya yang memakai pemulas bibir tebal berwarna merah. Dia memakai kain berwarna cerah dan kerudung berwarna senada. Sepertinya dia seorang wanita yang gemar bersolek.

Sayang, kau pasti Bawang Putih, kau bahkan jauh lebih cantik dari yang di ceritakan ayahmu,” demikian wanita itu berkata sambil mengulurkan tangannya kepada Bawang Putih.
Agak ragu, Bawang Putih menerima uluran tangan ibu tirinya. Genggaman tangan ibu tirinya kuat dan bertenaga. Secepatnya Bawang Putih menarik tangan nya kembali.

Sebentar kemudian, turunlah seorang anak perempuan seumuran dirinya, wajahnya mirip sekali dengan ibunya, terutama matanya yang tajam. Rambutnya hitam terurai panjang, alis nya tebal dan bermata agak kecil. Mulutnya cenderung turun ke bawah sehingga seperti orang yang selalu cemberut.
Dia memandang ibunya kemudian memandang Bawang Putih dengan tatapan tidak suka. Pasti gara-gara anak ini, ibunya memutuskan pindah, menjauhi keluarga besarnya. Dan dia pun harus berpisah dengan saudara-saudara nya yang lain, teman-teman nya, terutama rumahnya tempat di mana dia di lahirkan dan di besarkan selama ini. Ah betapa Bawang Merah membenci Bawang Putih karena sudah memporak-porandakan kehidupannya.

Sang ayah pun kemudian mempersilahkan keduanya dan Bawang Putih untuk masuk ke rumah, “Istriku, beristirahat lah dan kau juga Bawang Merah. Ini rumah kalian sekarang, jadi tidak perlu sungkan-sungkan,” kata sang ayah.
“Bawang Putih, ayo tunjukkan kamar kepada ibu dan saudaramu,” kata sang ayah sambil menggenggam tangan Bawang Putih.

Bwang Putih mengangguk kemudian tersenyum kepada ayahnya. “Mari ibu, Bawang Merah, aku tunjukkan kamar supaya kalian bisa beristirahat, biar nanti barang bawaan kalian di bawakan para pelayan kita” kata Bawang Putih sambil tersenyum.

Rumah keluarga Bawang Putih terbilang berukuran besar di desa mereka. Ada 6 kamar tidur yang kalau di desa bernama “sentong” ada 2 lumbung padi dan 3 gudang untuk menampung barang dagangan sang ayah, kandang sapi, kandang ayam dan juga kebun sayur dan buah. Belum lagi kamar-kamar untuk para pelayan perempuan dan laki-laki dan dapur yang sangat luas dan besar.
Bawang Merah dan ibunya berjalan sambil mengagumi besar dan megahnya rumah tersebut. Mereka saling tersenyum dan berpandangan mata penuh arti.


Siang itu, para pembantu semua sibuk di dapur menyiapkan banyak hidangan untuk menyambut nyonya rumah baru mereka, tentu saja sambil bergosip tidak tentu arah. Ada yang bergosip tentang si ibu tiri bahwa dia dulu nya adalah seorang pelacur. Ada yang bilang bahwa Bawang Merah tidak di ketahui siapa ayahnya dan masih banyak lagi.

Percakapan mereka berhenti saat Bawang Putih masuk dan menanyakan apakah semua hidangan makan sudah siap. Dan mereka semua pun kembali giat bekerja.
Di ruang makan, ayah, ibu tiri , Bawang Merah dan Bawang Putih sudah menunggu. Satu-persatu hidangan kemudian di keluarkan dari dapur dan ayah mempersilahkan mereka semua untuk memulai makan.
Ayah mengambilkan sepotong ayam untuk Bawang Putih dan menaruhnya di piring. Bawang Merah melirik sambil cemberut.


Sudah 3 bulan mereka semua tinggal bersama. Sebenarnya tidak banyak hal yang berubah karena Bawang Putih dan ibu tiri serta Bawang Merah tidak terlalu akrab. Mereka hanya berbicara seperlunya, itu pun kalau sang ayah ada di rumah. Kalau sang ayah pergi berdagang, Bawang Putih lebih suka mengurung diri di kamarnya.

Dia tidak suka kebisingan dan ibu tiri serta Bawang Merah sangat suka berteriak-teriak saat memanggil para pelayan ataupun saat tertawa lepas. Sangat berbeda saat sang ayah ada di rumah. Dan Bawang Putih sudah tahu mengapa. Dia bukan anak perempuan yang bodoh.

Sudah sebulan ini sang ayah tidak berdagang karena kesehatannya terganggu. Sering demam dan badannya pun lemas. Saat Bawang Putih hendak membawanya ke tabib, ibu tirinya tidak memperbolehkan dengan alasan dia yang akan menjaga dan merawat suaminya.

Bawang Putih tidak menemukan tanda bahwa ayahnya akan membaik bahkan sekarang ayahnya selalu tidur dan seperti tidak sadar. Sementara itu banyak pembantu dan pelayan yang mengundurkan diri karena mereka tidak di gaji dengan benar. Makin lama, rumah mereka terlihat kotor dan berdebu, tidak ada pelayan yang membersihkan rumah, kandang dan kebun mereka bahkan pakaian-pakaian mereka yang bersih sudah habis karena tidak ada pelayan yang mencuci.

Hanya pakaian Bawang Putih dan ayahnya yang selalu bersih karena Bawang Putih mencuci sendiri bajunya dan baju ayahnya saat tahu bahwa para pelayannya berapamitan pergi. Dia tidak bisa memaksa mereka tinggal karena tidak tahu juga harus membayar gaji mereka dengan apa. Ahhhh, seandainya ayah sehat seperti dulu, pikirnya.... 

Pagi itu, si ibu tiri dan Bawang Merah berteriak-teriak karena tidak menemukan lagi pakaian bersih untuk mereka mandi. Sementara sang ayah, seperti orang tak berdaya, tidak pernah terbangun walaupun untuk makan. Semakin hari tubuhnya semakin melemah.

Si ibu tiri pun menyuruh Bawang Merah untuk mencuci pakaian mereka di sungai,  juga menyuruh Bawang Putih menemani nya. Tetapi Bawang Merah tidak segera mengerjakan pekerjaan mencuci nya, dia duduk malas-malasan sambil memandang arus sungai yang mengalir pelan.

Hari sudah semakin siang, tak sabar, Bawang Putih kemudian mengerjakan semua cucian itu. Wajahnya yang putih basah kuyup oleh keriangat dan terik siang matahari. Dia berpikir, kalau terlalu sore baru selesai mencuci maka pakaian-pakaian ini tidak akan kering.
Setelah hari itu, si ibu tiri malah tiap hari menyuruh Bawang Putih untuk mencuci kan pakaian mereka di sungai. Sementara Bawang Merah bermalas-malasan di rumah sambil mencoba segala macam merk up yang di belikan ibunya.

Oiya, apakah saya sudah ceritakan kalau sang ayah sudah meninggal ? Yah, kemungkinan besar sang ayah di racun secara pelan-pelan lewat kopi yang tiap hari di minum nya. Apakah racun sianida ? Saya rasa bukan karena berita-berita di TV itu menyebutkan, sianida langsung membuat para korban tewas. Sementara sang ayah bisa bertahan beberapa lama walaupun kondisinya payah. Pasti racun yang sama sekali berbeda dengan sianida. Entah lah, hanya si ibu tiri yang tahu.

Kondisi Bawang Putih semakin memprihatinkan semenjak ayahnya meninggal. Badannya yang dulu berisi kini semakin kurus. Tubuh dan wajah putihnya sekarang agak menghitam karena setiap hari harus ke sungai untuk mencuci dan mengerjakan banyak pekerjaan rumah. Dia seperti babu di rumahnya sendiri. Pakaiannya banyak yang compang camping karena tidak ada lagi baju ganti, semua perhiasan peninggalan ayahnya pun sudah berpindah tangan ke ibu tiri nya.

Lalu apakah dia menyesali nasibnya? Apakah dia kemudian menghujat ayahnya karena dia menikah lagi dengan seorang monster bahkan 2 orang monster ?
Sama sekali tidak, setiap minggu dia selalu mengunjungi pusara ayah dan ibu nya. Mendoakan mereka dan meminta mereka memberikan nya kekuatan untuk melalui segalanya. Raut muka dan emosi nya selalu tenang karena dia tahu bersama kesulitan akan selalu ada kemudahan. Seperti kata-kata motivator terkenal di TV itu.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dongeng ini terus berlanjut dengan keadaan Bawang Putih yang bertambah buruk dan kejahatan si ibu tiri dan saudara tiri nya yang semakin hari semakin bertambah jahat. Hingga cerita ini berakhir pada kematian si ibu tiri dan Bawang Merah.

Tapi ijinkan saya melihat dongeng/cerita ini dari sudut pandang yang berbeda dengan apa yang sudah kita ketahui pada umumnya.

Menurut pemikiran saya, bahwa :
1.      Bawang Merah dan Bawang Putih adalah orang yang sama. Seperti Superman dan Clark Kent, salah satu dari mereka adalah si alter ego. Jadi rasanya mustahil memisahkan Bawang Putih dari Bawang Merah, demikian pun sebaliknya.

2.      Setelah istri pertamanya meninggal, tak tunggu waktu lama sang ayah menikah lagi dengan “ibu tiri” dan kemudian “ada” Bawang Merah. Bawang Merah “ada” karena memang sebelumnya dia sudah “ada” dalam rupa Bawang Putih.

3.      Dalam dongeng ini, sifat dan temperamen Bawang Merah dan Bawang Putih adalah bersifat kebalikan tetapi saling melengkapi. Seperti 2 sisi mata uang, mereka adalah satu dengan 2 atau lebih sifat yang di tonjolkan.

4.      Mengapa sang ayah meninggal ? Apakah di racuni oleh si ibu tiri ? Saya rasa tidak, salah satu kemungkinan adalah ada masalah dalam hal perdagangan nya dan dia depresi/stress. Stress yang akut bahkan bisa membuat seseorang sakit lalu meninggal.

5.      Apakah si ibu tiri adalah jahat karena ingin menguasai harta si Bawang Putih ? Saya rasa dia berhak juga tinggal di rumah itu dan menerima bagian warisan karena dia berstatus sebagai istri dari sang ayah. Apakah karena dia berhak lalu menjadikan dia jahat? Tidak juga. Saya rasa opini pembaca selalu menyalahkan seseorang yang di buat seperti seolah-olah jahat.

6.      Dan di akhir cerita, si Bawang Putih menerima emas permata perhiasan karena kebaikan hatinya, sedangkan Bawang Merah dan ibu tiri mati karena di gigit hewan-hewan berbisa. Sepertinya tidak sepenuhnya seperti itu menurut saya. Karena Bawang Merah dan Bawang  Putih adalah 1 dan kebaikan selalu menang, mereka tetaplah 1, hanya kadar sifat keculasan, keegoisan dan ketamakan yang berkurang. Saya percaya si Bawang ini akhirnya menemukan siapa jati dirinya sebenarnya dan hidup dengan tenang dan damai bersama ibu tirinya yang sebenar nya juga adalah ibu kandung nya.

Bagaimana menurut anda ? Mempunyai opini lain dari sudut pandang yang berbeda ?

Palangkaraya, 25 april 2016   

** Butuh beberapa hari untuk menyelesaikan esai/artikel ini. Karena ceritanya yang terlalu sederhana sehingga agak sulit bagi saya untuk memandang cerita ini dari sudut yang berbeda. Syukurlah, ide dan imajinasi terakhir datang sehingga artikel ini bisa selesai. Saya mendapatkannya saat sedang makan dan...Eureka...it’s done.
 



    


       
Continue reading...